Permasalahan
Dalam Keluarga
1. Persaingan
Orangtua
Persaingan
merasuki keluarga-keluarga kita. Buku-buku tentang menjadi orangtua jarang
membahas persaingan tersamar yang ada diantara orangtua. Di bawah persaingan
orangtua itu adalah keinginan orangtua untuk menjadi orangtua yang baik. Karena
masyarakat kita adalah sedemikian kompetitif, kita kerap berpendapat, menjadi
orangtua yang baik berarti menjadi orangtua yang lebih baik. Tetapi, dalam
usaha membuktikan diri menjadi lebih baik, kadang-kadang satu orangtua dapat
membuat orangtua lain merasa, dirinya tidak pernah dapat menjadi cukup baik.
Kadang-kadang
satu orangtua memandang diri menjadi orangtua yang lebih baik dengan menjadi
baik, penuh perhatian, sayang dan peengertian. Orangtua lain memandang dirinya
sebagai orangtua yang paling baik dengan dihormati dan mengharapkan anak mengambil tanggungjawab dan menunjukkan
disiplin diri. Meski masing-masing orangtua melihat dirinya dengan cara-cara
demikian, ia tidak harus melihat pasangannya dengan cara pasangan itu
menggambarkan dirinya. Orangtua yang memandang diri sebagai baik dan penuh
perhatian. Dengan demikian, dapat dilihat oleh pasangan sebagai terlalu
melindungi. Orangtua yang memandang diri disiplin dan bertanggungjawab
dipandang oleh pasangan sebagai kaku dan terlalu keras. Mereka tidak melihat
satu sama lain dengan cara yang sama seperti mereka memandang diri sendiri
sehingga tanpa sadar mereka adalah cara yang paling baik, mereka harus mengubah
orangtua yang lain. Masing-masing betul percaya, dirinya benar dan orangtua
yang lain salah. Hanya sesudah usaha yang sia-sia untuk mengubah satu sama lain mereka menyerah dan memutuskan, mereka
harus mengimbangi orangtua lain dengan menjadi lebih ekstrim mengenai apa yang
mereka percayai, maka dari itu orang tua yang baik dan penuh perhatian menjadi
lebih protektif untuk melindungi anak-anak dari orangtua yang mengharap terlalu banyak. Orangtua yang
mengharap menjadi lebih menuntut untuk mengimbangi orangtua yang terlalu
melindungi. Semakin yang satu mengharapkan semakin yang lain melindungi.
Semakin orangtua yang satu mengharapkan, semakin orangtua yang lain melindungi.
Mereka semakin lama semakin berbeda dalam harapan-harapan yang mereka
ungkapkan.
Jika
anak-anak menghadapi orangtua-orangtua yang mempunyai harapan-harapan yang
berlawanan, dan jika anak-anak itu kurang kepercayaan untuk memenuhi harapan-harapan salah satu orangtua mereka,
mereka berpaling kepada orangtua yang lain, yang tidak hanya tanpa syarat
mendukung mereka tetapi dengan tanpa sadar mengajari mereka “jalan keluar yang
mudah”. Tanpa mengetahui masalahnya mereka menyebabkan anak-anak mereka,
orangtua-orangtua yang baik dan penuh perhatian, secara tidak dimaksudkan
melindu-ngi anak-anak mereka dari tantangan. Pada waktu anak-anak tumbuh
menjadi dewasa dalam lingkungan seperti
itu mereka mengembangkan kebiasaan untuk menghindari tantangan. Mereka takut
untuk mengambil risiko-risiko yang intelektual dan psikologikal karena mereka
tidak mempunyai orangtua yang bersatu dan mendukung untuk mengambil risiko.
Tentu
saja, tindakan menyeimbangi ini meningkatkan kerumitan bila tiga atau empat
orangtua terlibat. Masing-masing orangtua ingin sekali memberikan pengasuhan
yang paling baik untuk membuat anak-anak tetap mencintai mereka. Mereka dapat
mengimbangi orangtua lain atau di dalam arah mengharapkan atau di dalam arah
melindungi. Sesudah perceraian orangtua-orangtua lebih mungkin percaya, mereka
dapat membujuk anak-anak untuk mencintai mereka dengan amat melindungi mereka,
berbuat banyak lagi bagi mereka, atau membelikan barang-barang terlalu banyak
bagi mereka.[1]
2.
Kesenjangan Remaja
Bila
hubungan remaja muda dengan anggota-anggota keluarga tidak harmonis selama masa
remaja, biasanya kesalahan terletak pada kedua belah pihak.[2]
Sering kali orangtua tidak menolak untuk
memperbaiki konsep mereka tentang kemampuan anak mereka setelah anak-anak
menjadi lebih besar. Akibatnya, mereka memperlakukan anak remaja mereka seperti
ketika anak-anak itu masih kecil. Sekalipun demikian mereka mengharapkan anak
“bertindak sesuai dengan usia,” terlebih bila berhubungan dengan masalah
tanggung jawab.
Masalah
yang lebih penting lagi adalah apa yang disebut “kesenjangan generasi” antara
remaja dengan orangtua mereka. Kesenjangan ini sebagian disebabkan karena
adanya perubahan radikal dalam nilai dan standar perilaku yang biasanya terjadi
di dalam setiap perubahan budaya yang pesat, dan sebagian disebabkan karena
kenyataan bahwa kawula muda sekarang memiliki banyak kesempatan untuk
pendidikan, sosial dan budaya yang lebih besar daripada masa remaja orangtua
mereka. Jadi sesungguhnya ini merupakan “kesenjangan budaya” sepenuhnya bukan
karena perbedaan dalam usia kronologis.
Orangtua
sulit menerima keengganan remaja untuk mengikuti larangan-larangan yang
dipandang penting dan mereka tidak sabar menghadapi kegagalan remaja memikul
tanggung jawab yang sesuai dengan usia remaja. Sumber-sumber kejengkelan ini
biasanya mencapai puncaknya antara usia empat belas dan lima belas tahun,
setelah itu biasanya hubungan orangtua dengananak mulai membaik.
Sama
pentingnya, banyak remaja merasa bahwa orangtua tidak “mengerti mereka” dan
bahwa standar perilaku orangtua dianggap kuno. Hal ini lebih disebabkan karena
kesenjangan budaya, seperti sudah dijelaskan, dan bukan karena perbedaan dalam
usia.[3]